Polaberita.Com /Jakarta Mantan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Wahyu Kuncoro menyebut, kemampuan produksi gula dalam negeri belum pernah melebihi nilai kebutuhan konsumsi domestik.
Pernyataan ini Wahyu sampaikan saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kebijakan importasi gula tahun 2015-2016 yang menjerat eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
“Dari pengalaman Pak Wahyu apakah kita pernah, produksi dalam negeri memenuhi atau melewati konsumsi dalam negeri? Khususnya 2016 sampai 2016?” tanya pengacara Tom di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
“Belum pernah,” jawab Wahyu.
Wahyu menjelaskan, pihaknya mengikuti proses penyusunan neraca komoditas yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, khususnya gula.
Dalam rapat itu, pihak Kementerian BUMN membawa data potensi produksi dua perusahaan pelat merah yakni, PT Perkebunan Nasional (PT PN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Menurutnya, rata-rata kebutuhan konsumsi gula per tahun sebanyak 3 juta ton.
Adapun perusahaan BUMN, kata dia, hanya bisa memproduksi 1,5 hingga 1,6 juta ton.
Sementara, perusahaan swasta dalam negeri hanya mampu memproduksi 1 juta ton.
“Sehingga totalnya 2,6 juta (ton),” ujar Wahyu.
“Sehingga kalau kita offside antara kebutuhan 3 juta dengan kemampuan memproduksi dalam negeri 2,6 itu kurang 400-an (ribu ton). Ini lah yang diimpor,” tambahnya.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa menuding Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain.
Jaksa juga mempersoalkan Tom yang menunjuk sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.(mr.x)*